-->
>>PEMAHAMAN KONSEPTUAL TENTANG IDIOLOGI<<

>>PEMAHAMAN KONSEPTUAL TENTANG IDIOLOGI<<

A. PEMAHAMAN KONSEPTUAL TENTANG IDIOLOGI
Ketika kita mendengar, membaca, atau menggunakan istilah “Idiologi”, kita tahu yang dibicarakan adalah tentang gagasan, tetapi gagasan macam apakah idiologi itu?
1. Nicollo Machviavelli (1469-1527): Siasat Berpolitik Praktis
Menurut Machviavelli, Idiologi pada dasarnya berkenaan dengan siasat dalam berpolitik praktis. Siasat itu terutama tampak dalam tiga hal. Pertama, kecenderungan orang untuk melakukan penilaian keadaan berdasarkan kepentingannya. Kedua, konsepsi-konsepsi keagamaan seringkali digunakan untuk menggalang kekuasaan dan melakukan domonasi. Ketiga, kebutuhan untuk menggunakan tipu daya dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Dalam pandangan Machviavelli, idiologi hakikatnya adalah pengetahuan mengenai cara menyembunyikan kepentingan, mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dengan memanfaatkan konsepsi-konsepsi keagamaan dan tipu daya.

2. Antoine Destut de Tracy (1754-1856): Ilmu tentang Ide-ide
Bagi de Tracy, istilah idiologi memiliki konotasi pasitif. Idiologi adalah ilmu mengenai gagasan atau ilmu tentang ide-ide. Ilmu pengetahuan yang tepat mengenai dan yang mengatasi prasangka-prasangaka agama maupun metafisika.

3. Karl Marx (1818-1883): Kesadaran Palsu
Menurut Marx Idiologi adalah kesadaran palsu, karena idiologi merupakan hasil pemikiran tertentu yang diciptakan oleh para pemikir. Padahal kesadaran para pemikir itu (diakui/tidak) pada dasarnya sangat ditentukan oleh kepentingannya. maka, hasil pemikiran yang muncul dalam bentuk idiologi tidak lebih dari khayalan ( pengandaian-pengandaian spekulatif) untuk melindungi kelas para pemikir itu (kelas pemikir yang dimaksud oleh marx adalah para penguasa, yang memaksakan ide itu pada masyarakat).
4. Louis Althusser 1918 : Pedoman Hidup
Louis Althusser adalah murid Marx, tetapi ia tidak setuju dengan pandangan Marx mengenai Idiologi. Menurutnya Idiologi memang berisi gagasan spekulatif, namun itu tidak berarti bahwa idiologi adalah kesadaran palsu, sebab gagasan spekulatif itu dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang bagaimana manusia semestinya menjalankan hidupnya. Setiap orang memerlukan pedoman hidup baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan pedoman hidup itulah yang ditawarkan oleh idiologi.

B. PERUMUSAN IDIOLOGI PANCASILA
1. Perumusan Pancasila dalam Persidangan BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai. Tugas BPUPKI adalah mempertimbangkan masalah-masalah pokok bagi Indonesia merdeka. BPUPKI mengadakan 2 kali siding, yaitu;
a. Sidang Pertama BPUPKI (29 Mei 1945 – 1 Juni 1945)
Ketua BPUPKI Dr. Radjiman meminta anggotanya untuk mengemukakan pandangannya yang akan dijadikan Dasar Indonesia Merdeka. Dasar Negara itu perlu karena Negara hanya akan berfungsi dengan baik bila terdapat gambaran yang jelas tentang hekekat, dasar, dan tujuan Negara.
Muhammad Yamin Mengusulkan sebagai dasar Negara, adalah sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
5) Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
Sedangkan pada tanggal 1 juni 1945, hari terakhir siding pertama BPUPKI, soekarno menyampaikan pidato tentang dasar Negara. Pidato itu dikenal dengan sebutan “pidato Lahirnya Pancasila”. Pancasila seperti yang diusulkan oleh Soekarno dirumuskan sebagai berikut:
1) Kebangsaan
2) Internasionalisme
3) Mufakat atau Demokrasi
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa
Ø Piagam Jakarta
Setelah siding I BPUPKI berlangsung pertemuan luar siding, pertemuan itu dilakukan oleh anggota BPUPKI yang tinggal di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Pertemuan ini untuk menjembatani perbedaan golongan Nasionalis dan Islam. Panaitia ini dikenal dengan sebutan Panitia sembilan, karena beranggotakan 9 tokoh Nasional, yaitu Soekarno, Muhammad hatta, Muhammad Yamin, Subardjo, A.A. Maramis, Abdul Kahar Moezakhir, Wachid hasyim, Abikisno Tjokrosujoso, dan K.H. Agus Salim. Panitia ini berhasil merumuskan Rancangan Pembukaan UUD yang kemudian dikena dengan Piagam Jakarta. Sedangkan, Pancasila dalam piagam Jakarta dirumuskan SBB:
1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Sidang Kedua BPUPKI (10 Juli 1945 – 17 Juli 1945)
Soekarno selaku ketua panitia sembilan melaporkan isi Piagam Jakarta sebagai usul pembukaan UUD kepada Sidang BPUPKI. Dan pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI menerima Piagam Jakarta dengan sedikit Perubahan. Mengenai Agama timbul perdebatan sengit, tetapi tanggal 16 Juli rancangan UUD diterima dengan bulat.'
2. Perumusan Pancasila dalam persidangan PPKI
Pada 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), terdiri dari 21 orang. Soekarno ditunjuk sebagai ketua dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Pada tanggal 18 agustus 1945, PPKI bersidang dan mengambil beberapa keputusan penting yaitu:
a. Mengesahkan Pembukaan UUD;
b. Mengesahkan UUD;
c. Memilih Presiden dan wakil Presiden;
d. Menetapkan bahwa untuk sementara waktu Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
C. FUNSI PANCASILA SEBAGAI IDIOLOGI NEGARA
Sebagai Idiologi Negara, Pancasila setidaknya mempunyai 4 fungsi pokok dalam kehidupan bernegara, yaitu:
1. Mempersatukan Bangsa, memelihara dan mengukuhkan persatuan dan kesatuan itu. Fungsi ini amat penting bagi bangsa Indonesia karena sebagai masyarakat majemuk sering terancam perpecahan
2. Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
3. Memberi tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa.
4. Menyoroti kenyataan yang ada dan mengkritisi upaya perwujudan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila.

D. PANCASILA SEBAGAI IDIOLOGI TERBUKA
1. Idiologi Tertutup dan Idiologi Terbuka
Terkait dengan soal penafsiran Idiologi, penting diketahui adanya dua macam watak idiologi, yaitu Idiologi tertutup dan Idiologi terbuka
a. Idiologi tertutup adalah idiologi yang bersifat mutlak. Idiologi tertutup memiliki ciri:
1) Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-cita sebuah kelompok yang digunakan sebagai dasar untuk mengubah masyarakat.
2) Apabila kelompok tersebut berhasil menguasai Negara,idiologinya itu akan dipaksakan kepada masyarakat. Nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai segi kehidupan masyarakat akan diubah sesuai dengan idiologi tersebut.
3) Bersifat totaliter, artinya mencakup/mengurusi semua bidang kehidupan. Karena itu, idiologi tertutup ini cenderung cepat-cepat menguasai bidang informasi dan pendidikan sebab, kedua bidang tersebut merupakan sarana efektif untuk mempengaruhi perilaku masyarakat
4) Pluralisme pandangan dan kebudayaan ditiadakan, hak asasi tidak dihormati
5) Menuntut masyarakat untuk mempunyai kesetiaan total dan kesediaan untuk berkorban bagi idiologi tersebut.
6) Isi idiologi tidak hanya nilai-nilai dan cita-cita, tetapi tuntutan konkret dan operasional yang keras, mutlak dan total.
b. Sedangkan Idiologi terbuka adalah idiologi yang tidak dimutlakkan. Idiologi ini memiliki ciri:
1) Merupakan kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat (falsafah). Jadi, bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan kesepakatan masyarakat
2) Tidak diciptakan oleh Negara, tetapi ditemukan dalam masyarakat sendiri, ia adalah milik seluruh rakyat, dan bias digali dan ditemukan dalam kehidupan mereka
3) Isinya tidak langsung operasional. Sehingga, setiap generasi baru dapat dan perlu menggali kembali falsafah tersebut dan mencari implikasinya dalam situasi kekinian mereka
4) Tidak pernah memperkosa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat, malainkan menginspirasi masyarakat untuk berusaha hidup bertanggung jawab sesuai dengan falsafah itu
5) Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima warga masyarakat yang bersal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.
2. Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka
a. Pancasila: berwatak terbuka
Dari ciri-ciri yang dipaparkan di atas, bias dikatakan bahwa pancasila memenuhi semua persyaratan sebagai idiologi terbuka. Hal itu akan lebih jelas pada penjelasan berikut:
Pertama, Pancasila adalah pendangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia. Pancasila bukan impor dari luar negeri, bukan pula suatu idiologi yang dipikirkan oleh satu dua oang pintar, melainkan milik masyarakat Indonesia sendiri sebagai kesadaran dan cita-cita moralnya. Pancasila bukan idiologi milik kelompok tertentu, tetapi milik seluruh masyarakat Indonesia.
Kedua, isi Pancasila tidak langsung operasional. Pancasila hanya berisi lima nilai dasar. Kelima nilai dasar itu berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan Negara. Dalam pancasila tidak tersedia rumusan yang berisi tuntutan-tuntutan konkrit dan operasional yang harus dilaksanakan.
Ketiga, Pancasila bukan idiologi yang memperkosa kebebasan dan tanggung jawab masyarakat. Sebaliknya, pancasila justru menghargai kebebasan dan tanggung jawab masyarakat. Sila “Kemausiaan yang adil dan beradab’, misalnya, mengakui kebebasan dan kesama derajatan manusia (hak asasi manusia).
Keempat, Pancasila juga bukan idiologi totaliter. Pancasila adalah idiologi politik, sebuah pedoman hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kelima, Pancasila menghargai pluralitas. Hal itu dapat kita lihat misalnya dalam sejarah perumusan pancasila. Rumusan definitis Pancasila dicapai justru karena didorong oleh semangat untuk tetap menghargai pluralitas.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel